Permasalahan sampah domestik di Indonesia telah mencapai tahap krisis, dengan produksi harian mencapai puluhan ribu ton yang tersebar di seluruh provinsi, kota, dan kabupaten. Banyak inisiatif besar telah dirancang, salah satunya proyek Waste-to-Energy (WTE) Legok Nangka di Jawa Barat, yang merupakan proyek strategis nasional. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa proyek-proyek WTE berskala besar memerlukan proses yang sangat panjang — mulai dari penetapan kebijakan, studi kelayakan, lelang investor, perizinan lingkungan, hingga konstruksi.
Contohnya, Proyek WTE Legok Nangka telah direncanakan sejak lebih dari 10 tahun lalu dan baru diproyeksikan mulai beroperasi pada tahun 2029. Padahal selama kurun waktu tersebut, timbunan sampah tetap bertambah setiap hari, mencemari lingkungan dan menjadi beban sosial, ekonomi, serta politik di tingkat daerah.
Oleh karena itu, diperlukan strategi jangka pendek dan menengah yang adaptif dan terukur, yaitu melalui desentralisasi pengelolaan sampah berbasis TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) dengan teknologi tepat guna.
Desentralisasi TPST: Menjembatani Kebutuhan Mendesak dengan Solusi Realistis
TPST merupakan jawaban antara skala rumah tangga dan skala kota. Dengan pendekatan desentralisasi, pengolahan sampah dapat dilakukan langsung di sumber (kelurahan, pasar, pesantren, kawasan wisata, kawasan industri, dll.), tanpa menunggu sistem sentralisasi WTE yang membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Teknologi insinerator tepat guna seperti SATU RASA menjadi solusi ideal dalam konteks ini:
- Tanpa listrik dan tanpa BBM, sehingga cocok untuk daerah terpencil atau keterbatasan infrastruktur.
- Biaya investasi dan operasional rendah, memudahkan replikasi di berbagai lokasi.
- Tidak memerlukan operator bersertifikasi tinggi, sehingga bisa dioperasikan oleh komunitas lokal.
- Telah memenuhi baku mutu emisi sesuai Permen LHK No. 6/2021, dan tidak memerlukan CEMS.
Membangun Jaringan TPST Sebagai Dasar Infrastruktur Lingkungan Nasional
Dengan mendesain jaringan TPST berbasis kecamatan, kelurahan, atau kawasan, setiap daerah dapat mulai menurunkan volume sampah harian sambil mempersiapkan integrasi jangka panjang ke sistem WTE. Selain itu, TPST juga bisa mendorong:
- Pemilahan dan daur ulang lokal (bank sampah, kompos, biomassa, maggotisasi)
- Penciptaan lapangan kerja lokal
- Kemandirian energi melalui RDF dan biomassa
- Kontribusi terhadap ESG dan potensi karbon kredit
Strategi ini memungkinkan pemerintah provinsi, kota, dan kabupaten untuk mulai bertindak tanpa menunggu proyek besar selesai, sekaligus membangun ekosistem ekonomi sirkuler yang siap terhubung ke skala nasional.
Rekomendasi Strategis
- Setiap pemprov, pemkot, dan pemkab wajib memiliki roadmap TPST desentralisasi berbasis teknologi tepat guna sebagai bagian dari program pengurangan sampah regional.
- Pemerintah pusat melalui KLHK dan Kementerian PUPR dapat mendorong program insentif nasional untuk replikasi TPST berbasis insinerator tanpa listrik seperti SATU RASA.
- Kolaborasi dengan BUMD, CSR swasta, dan BLUD (untuk operasional) perlu dimasukkan dalam skema pembiayaan berkelanjutan.
- Regulasi harus membuka jalur izin cepat untuk insinerator kecil yang sudah memenuhi syarat teknis dan lingkungan.
Kesimpulan: WTE Penting, Tapi TPST Adalah Mendesak
WTE adalah masa depan pengelolaan sampah kota besar, tetapi kita tidak bisa menunggu hingga semua proses tersentralisasi siap. Desentralisasi TPST berbasis teknologi tepat guna adalah solusi saat ini, yang memungkinkan semua daerah bergerak serentak dan efektif dalam menghadapi krisis sampah.
PT Centra Rekayasa Enviro hadir untuk membantu setiap pemda membangun TPST fungsional dengan pendekatan cepat, efisien, dan sesuai regulasi. Kami menawarkan solusi terintegrasi dari perencanaan, pengadaan, instalasi, pelatihan, hingga pendampingan operasional.
📞 Hubungi kami untuk konsultasi dan studi awal: 0811-110-3650
📧 info@cr-enviro.com
🌐 www.cr-enviro.com