Abstrak
Industri minyak dan gas menghasilkan limbah drilling mud yang mengandung polutan kompleks seperti padatan tersuspensi (TSS), senyawa organik, dan logam berat. Teknologi elektrokoagulasi (EC) diterapkan di Central Mud Treatment Facility (CMTF) Duri sebagai solusi inovatif untuk mencapai standar lingkungan dengan efisiensi tinggi. EC menggunakan arus listrik untuk menghasilkan koagulan in-situ, yang efektif dalam mengendapkan polutan. Hasil uji lapangan menunjukkan efisiensi TSS yang tinggi, mencapai hingga 87.07% pada container #2, mengindikasikan potensi EC sebagai solusi berkelanjutan dan hemat biaya untuk pengolahan limbah. Pengembangan skala unit dilakukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan operasional yang sejalan dengan bertambahnya volume limbah. Studi ini memberikan panduan implementasi teknologi EC dalam industri pengeboran minyak dan gas, sekaligus menguraikan aspek-aspek lingkungan dan ekonomi.
Kata Kunci
Elektrokoagulasi, drilling mud, pengolahan limbah, Total Suspended Solids, teknologi lingkungan, skala pengembangan, CMTF Duri
Pendahuluan
Limbah drilling mud yang dihasilkan oleh industri minyak dan gas mengandung berbagai kontaminan yang dapat merusak ekosistem jika tidak diolah dengan baik. Dengan semakin ketatnya regulasi lingkungan, PT Pertamina Hulu Rokan menerapkan teknologi elektrokoagulasi (EC) di CMTF Duri untuk mengurangi polutan dalam limbah drilling mud. Teknologi EC memanfaatkan arus listrik untuk menghasilkan koagulan langsung di dalam sistem pengolahan. Koagulan ini berperan penting dalam mengendapkan polutan melalui proses elektrokimia, sehingga mampu menurunkan kadar TSS secara signifikan (Chen, 2004). Keunggulan teknologi ini dibandingkan metode konvensional meliputi efisiensi biaya, pengurangan penggunaan bahan kimia, dan minimalisasi sludge, yang berkontribusi pada keberlanjutan proses pengolahan limbah (Holt et al., 2002).
- Latar Belakang
CMTF Duri berfungsi sebagai pusat pengolahan limbah drilling mud yang kompleks. Limbah ini mengandung senyawa organik, logam berat, dan padatan tersuspensi yang memerlukan penanganan khusus. Teknologi EC dipilih karena kemampuan koagulasinya yang efisien, dan dapat menangani beberapa jenis polutan dalam satu siklus proses (Drouiche et al., 2012). Dalam EC, elektroda aluminium atau besi dimanfaatkan untuk melepaskan ion-ion yang membentuk flok dengan polutan dalam air limbah, sehingga memudahkan pengendapan partikulat dan penghilangan logam berat (Nouri et al., 2010). Teknologi ini cocok untuk skala besar, sesuai dengan kebutuhan operasional di CMTF Duri yang terus meningkat. Pengolahan limbah drilling mud di CMTF Duri bertujuan untuk menghilangkan Total Suspended Solids (TSS) serta senyawa organik dan logam berat yang terdapat dalam limbah. Limbah ini terbukti dapat mencemari air tanah dan sumber air permukaan jika tidak diolah dengan benar, dan teknologi EC menjadi pilihan utama karena dapat mengurangi berbagai jenis polutan dalam satu proses (Drouiche et al., 2012; Daneshvar et al., 2006).
Elektrokoagulasi menggunakan elektroda aluminium atau besi yang dilepaskan ke dalam limbah melalui arus listrik, membentuk ion koagulan yang mengikat partikel polutan. Flokulasi elektrokimia yang terjadi memfasilitasi pengendapan padatan terlarut dan tersuspensi, serta mendorong penghilangan logam berat dan minyak (Nouri et al., 2010). Dengan menggunakan kontrol tegangan dan arus yang tepat, proses ini dapat ditingkatkan skalanya sesuai kebutuhan.
Seiring dengan meningkatnya aktivitas pengeboran di CMTF Duri, PT Pertamina Hulu Rokan menghadapi tantangan dalam pengelolaan limbah drilling mud dengan volume yang terus meningkat. Hal ini menuntut solusi teknologi pengolahan limbah yang tidak hanya memenuhi standar kualitas air tetapi juga scalable untuk mendukung pengembangan fasilitas. Laporan-laporan sebelumnya menunjukkan bahwa EC mampu mengurangi polutan dalam air limbah secara signifikan, menjadikannya kandidat utama untuk diterapkan dalam skala lebih besar di CMTF Duri.
Teknologi EC menggunakan elektroda aluminium atau besi yang melepaskan ion-ion koagulan saat dialiri listrik. Ion-ion ini bereaksi dengan polutan, membentuk flok yang memudahkan pengendapan partikel tersuspensi. Proses ini memungkinkan EC untuk menargetkan berbagai jenis polutan dalam satu langkah, mencakup logam berat, senyawa organik, dan partikulat.
- Metodologi
Studi ini melibatkan pengujian lapangan di dua unit EC yang ditempatkan di container #1 dan #2 di CMTF Duri. Pengujian dilakukan dengan mengukur parameter kualitas air seperti pH, Total Dissolved Solids (TDS), dan Total Suspended Solids (TSS) secara berkala pada berbagai tahap pengolahan. Berikut tahapan metodologi secara detail:
3.1. Pengambilan Sampel
Sampel diambil di tiga titik utama (input, output setelah EC, dan setelah filtrasi) dengan laju alir 2-4 m³/jam, mengikuti metode standar pengambilan sampel untuk limbah cair (APHA, 2012). Sampel diambil setiap jam selama 6 jam operasi untuk memperoleh data yang konsisten.
3.2. Persiapan Sistem EC
Reaktor EC berkapasitas 1000 liter yang dilengkapi dengan elektroda aluminium disiapkan di kedua container. Sistem dilengkapi dengan pompa sentrifugal 4 m³/jam dan filtrasi multi-media (pasir, antrasit, karbon aktif). Tegangan diatur pada 3-4 V dengan arus 10-15 A untuk menjaga efisiensi proses.
3.3. Pengaturan Parameter Operasional
Tegangan dan arus listrik diatur pada rentang 3-4 V dan 10-15 A, dan waktu tinggal hidraulik disesuaikan antara 10-12 menit untuk mencapai efisiensi maksimal. Parameter ini dipantau secara terus-menerus menggunakan kontrol otomatis berbasis PLC (Programmable Logic Controller).
3.4. Analisis Data
Parameter kualitas air diukur sebelum dan sesudah perlakuan EC untuk menilai perubahan konsentrasi TSS, TDS, dan pH. Efisiensi pengurangan TSS dihitung sebagai indikator utama keberhasilan proses, dengan formula berikut:
Efisiensi Reduksi TSS = [TSS sebelum EC – TSS setelah EC] / TSS sebelum EC × 100%
4. Hasil
Container #2 menunjukkan efisiensi tertinggi dalam pengurangan TSS dengan angka hingga 87.07%, diikuti oleh 84.22% dan 85.61% pada pengujian berikutnya. Container #1 memiliki variasi efisiensi lebih rendah, dengan hasil antara 74.11% hingga 80.23%. Analisis perbandingan antara kedua container menunjukkan bahwa konfigurasi elektroda dan stabilitas arus sangat mempengaruhi efisiensi, dengan container #2 lebih unggul dalam mempertahankan kondisi optimal.
4.1. Peran pH dan Suhu dalam Efisiensi EC
Proses EC dipengaruhi oleh pH dan suhu, di mana pH yang stabil pada kisaran 7-8 mendukung efisiensi koagulasi yang optimal (Kobya et al., 2003). Pengukuran lapangan mencatat suhu operasional antara 27-30°C, yang terbukti mendukung peningkatan efisiensi EC sesuai dengan hasil penelitian Nouri et al. (2010) yang menunjukkan bahwa suhu lebih tinggi dapat meningkatkan laju flokulasi.
4.2. Keunggulan EC sebagai Solusi Ramah Lingkungan
Keunggulan teknologi EC dalam pengolahan limbah drilling mud terletak pada kemampuannya untuk mengurangi sludge secara signifikan dan menghindari penggunaan bahan kimia tambahan. Selain itu, teknologi ini dapat diintegrasikan dengan sistem pengolahan tambahan, seperti filtrasi dan sedimentasi, untuk meningkatkan kualitas pengolahan secara keseluruhan (Vik et al., 1984; Holt et al., 2002).
5. Diskusi dan Implikasi Pengembangan Skala
Dengan performa pengurangan TSS yang konsisten pada container #2, teknologi EC berpotensi besar untuk dikembangkan skalanya. Untuk memenuhi kebutuhan peningkatan volume limbah di CMTF Duri, diperlukan optimasi lanjutan pada container #1 dan pengaturan parameter yang lebih stabil. Selain itu, pengembangan skala juga dapat mencakup peningkatan kapasitas reaktor dan sistem filtrasi tambahan untuk mengakomodasi kebutuhan operasional di masa depan (Drouiche et al., 2012).
6. Kesimpulan dan Rekomendasi
Teknologi EC telah terbukti efektif dan ramah lingkungan dalam mengolah limbah drilling mud, dengan efisiensi TSS yang mencapai 87.07%. Container #2 menunjukkan hasil yang konsisten, sedangkan container #1 memerlukan optimasi lanjutan untuk mencapai efisiensi serupa. Rekomendasi untuk pengembangan ke depan meliputi:
- Optimasi Parameter Container #1: Melakukan penyesuaian desain elektroda dan parameter arus untuk meningkatkan stabilitas.
- Skala Pengembangan Unit EC: Meningkatkan kapasitas reaktor dan integrasi dengan sistem filtrasi tambahan untuk volume limbah yang lebih besar.
- Monitoring Berkelanjutan: Menggunakan sistem kontrol otomatis untuk pemantauan real-time pH, TDS, dan TSS, memastikan hasil yang konsisten.
Daftar Referensi:
- APHA. (2012). Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater, 22nd Edition.
- Chen, G. (2004). Electrochemical technologies in wastewater treatment. Separation and Purification Technology, 38(1), 11-41.
- Daneshvar, N., Ashassi-Sorkhabi, H., & Tizpar, A. (2006). Decolorization of orange II by electrocoagulation method. Separation and Purification Technology, 31(2), 153-162.
- Drouiche, N., et al. (2012). Experimental study of lead removal from water by electrocoagulation using stainless steel electrodes. Desalination, 312, 69-74.
- Holt, P.K., Barton, G.W., & Mitchell, C.A. (2002). Electrocoagulation as a wastewater treatment. Colloids and Surfaces A: Physicochemical and Engineering Aspects, 211(2-3), 233-248.
- Kobya, M., Demirbas, E., & Oncel, M.S. (2003). Removal of heavy metals from metal plating wastewater using electrocoagulation: Kinetic modeling and isotherm studies. Water Research, 37(17), 4333-4343.
- Mollah, M.Y.A., et al. (2001). Electrocoagulation (EC)—science and applications. Journal of Hazardous Materials, 84(1), 29-41.
- Nouri, J., et al. (2010). Application of electrocoagulation process in removal of heavy metals from aqueous wastes. Desalination and Water Treatment, 20(1-3), 79-86.
- Vik, E.A., et al. (1984). Electrocoagulation of potable water. Water Research, 18(11), 1355-1360.
Download Jurnal Detailnya disini:
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.