Apakah Kota Kamu Siap Beralih ke Energi dari Sampah? Temuan Mengejutkan dari Waste-to-Energy Readiness Index 2025

Bayangkan jika setiap bungkus mie instan yang kamu buang hari ini, besok bisa berubah jadi listrik yang menyalakan rumahmu sendiri.

Kedengarannya seperti sihir? Bukan. Ini sudah mulai terjadi di beberapa kota di Indonesia.

Tahun 2025 menjadi tahun penting bagi gerakan Waste-to-Energy (WTE) di Indonesia. Dalam laporan terbaru berjudul “Waste-to-Energy Readiness Index 2025: Analisis Hybrid Energi dan Karbon di 10 Kota Utama Indonesia”, tim Sampah Watch mencoba menjawab pertanyaan besar:
seberapa siap kota-kota kita mengubah sampah menjadi energi bersih — dan berapa besar dampak karbonnya?


Dari Tumpukan Sampah ke Data Energi

Kalau dulu sampah hanya jadi urusan truk dan TPA, kini ia juga jadi urusan data.
Laporan ini bukan sekadar tabel dan grafik, tapi peta kesiapan kota dalam mengelola energi dari limbah — lengkap dengan simulasi energi, emisi karbon, hingga potensi integrasi dengan data center (ya, seperti di China!).

Sepuluh kota besar Indonesia — dari Jakarta hingga Denpasar — dievaluasi berdasarkan empat dimensi utama:

  1. Infrastruktur WTE,
  2. Kebijakan dan regulasi lokal,
  3. Kapasitas energi dan potensi substitusi batubara, dan
  4. Dampak karbon serta kesesuaian dengan target Net Zero 2060.

Dan hasilnya?
Tidak semua kota siap, tapi ada beberapa yang membuat kita optimis.
Misalnya, Bali dan Surabaya menunjukkan kesiapan tinggi berkat integrasi sistem RDF (Refuse Derived Fuel) dan inisiatif circular economy lokal.
Sementara Jakarta, meski punya volume sampah raksasa, masih terganjal persoalan teknis dan tata kelola yang kompleks.


Data, Karbon, dan Masa Depan Kota

Yang menarik dari laporan ini adalah pendekatan hybrid energy and carbon model — pendekatan yang tidak hanya melihat energi listrik dari insinerator, tapi juga nilai karbon yang bisa “dipanen” dari efisiensi sistem tersebut.
Artinya, tiap ton sampah yang berhasil diubah jadi energi bukan hanya mengurangi beban TPA, tapi juga menghemat tonase emisi CO₂.

Laporan ini bahkan memprediksi potensi offset karbon dari 10 kota mencapai puluhan ribu ton per tahun — jika sistem WTE dijalankan secara optimal dan terintegrasi dengan sistem digital seperti Sampah Watch Platform.


Bukan Sekadar Teknologi, tapi Ekosistem

Seperti yang selalu ditekankan tim Sampah Watch:
“Waste-to-Energy bukan hanya soal mesin, tapi soal kepercayaan data.”
Karena tanpa data yang akurat — berapa ton sampah masuk, berapa RDF dihasilkan, berapa emisi dihindari — sulit bagi pemerintah atau investor untuk menilai dampaknya.

Melalui platform digitalnya, Sampah Watch berusaha menghubungkan semua pihak:
DLH, operator TPST, industri, hingga masyarakat.
Tujuannya sederhana tapi besar: “Satu TPS, Satu Data, Satu Rasa.”


Kenapa Penting?

Karena di balik setiap ton sampah yang tidak terkelola, ada energi yang terbuang dan karbon yang terlepas.
Laporan ini ingin membuka mata bahwa dengan strategi yang tepat, Indonesia bisa beralih dari “bangsa penghasil sampah” menjadi “bangsa penghasil energi hijau.”


Download Laporan

Jika kamu tertarik dengan masa depan kota yang lebih bersih dan berenergi mandiri, dokumen lengkap Waste-to-Energy Readiness Index 2025 bisa kamu unduh langsung melalui dokumen dibawah ini:

Karena di masa depan, sampah bukan lagi masalah — tapi sumber daya…